Vonis Sambo dan Keadilan Masyarakat

Selasa, 22 Agustus 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sambo (Istimewa)

Sambo (Istimewa)

KASUS penegakan hukum di Indonesia mendapat sorotan dalam banyak aspek. Mulai dari kasus hukum berdimensi politik, tindak pidana korupsi, dan lainnya. Sorotan terbaru ialah kasus hukum yang menjerat mantan Kepala Divisi Propam Kepolisian Republik Indonesia Irjen Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.

Kasus ini sejatinya menguras energi penegakan hukum dalam satu tahun terakhir, terlepas kasusnya adalah kasus kejahatan berat (pembunuhan berencana) dan terkandung drama pada proses penegakan berbalut kebohongan dan fitnah terhadap korban.

Kasus pasangan suami istri mantan petinggi Polri ini selesai dengan putusan pidana mati yang menjerat Ferdy Sambo dan 20 tahun penjara untuk sang istri, Putri Candrawathi, pada tingkat pertama dan banding dengan segala pertimbangan fakta yang ada. Akan tetapi, kasus ini mencuat kembali ke permukaan, di mana Ferdy Sambo dan terpidana lain mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Anehnya, permohonan kasasi diterima MA yang kemudian berakhir pengurangan hukuman para terpidana, di antaranya Ferdy Sambo dari hukuman mati menjadi penjara seumur hidup dan Putri Candrawathi dari pidana 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara.

Publik cukup heran dengan pidana yang diterapkan pada pengadilan tingkat pertama, banding, dan kasasi di MA tersebut. Bukan karena kasus itu adalah kejahatan berat, tetapi gap/ruang antara pengadilan tingkat pertama dan kasasi dalam menerapkan hukuman kepada para terpidana Ferdy Sambo cs. Sekurang-kurangnya, ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan dalam menyikapi putusan kasasi MA dalam kasus Sambo.

Menegasikan Keadilan

Keadilan merupakan esensi dasar dari hukum. Jika tidak mengandung keadilan, hukum hanya akan menjadi alat sekumpulan orang di kekuasaan dan orang yang memiliki akses terhadap kekuasaan. Masyarakat Indonesia cukup terheran-heran dengan kasus kejahatan berat pembunuh berencana yang dilakukan Sambo cs. Bagaimana bisa seorang petinggi Polri melakukan tindakan kriminal dengan korban bawahan yang merangkap ajudannya sendiri. Kasus itu sendiri, jika tak di-backup media dan viral di masyarakat sampai menjadi perbincangan publik, kecil kemungkinan akan lanjut proses dalam penegakan hukum.

Baca Juga :  Buron 2 Minggu, Pelaku Penusukan di Cibeureum Sukabumi Diamankan Polisi

Terlebih, drama yang dilakukan terpidana menutupi kasus pembunuhan tergolong nista, tidak bermoral, dan tidak mencerminkan tanggung jawab salah satu pimpinan institusi besar di tubuh Republik ini. Jadi, wajar rasanya menjadi jengah, tidak simpatik, dan mencaci perilaku tidak bermoral. Respons masyarakat saat Sambo sebagai pelaku utama kasus serta dijatuhi hukuman mati dan istrinya dipidana 20 tahun penjara pada sidang di tingkat pertama dan banding, sebenarnya sangat positif dan cenderung puas.

Melalui permohonan kasasi sambo cs di MA, kemudian hukuman yang diberikan kepada para terpidana seakan diberikan diskon cukup banyak. Bayangkan, dari hukuman mati menjadi seumur hidup dan 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara. Bukankah diskon cukup besar untuk tindak pidana berat yang telah dilakukan terpidana ditambah drama ‘fenomenal’ dan tidak kalah bagus dengan akting ‘aktris besar’ untuk menutupi perilaku tidak bermoral dan kejahatan yang telah dilakukan?.

Dengan demikian, diskon besar atas hukuman Sambo cs yang diberikan MA melalui putusan di tingkat kasasi sejatinya telah menegasikan rasa keadilan masyarakat. Harus dinyatakan demikian, karena jika diamati dan dibaca secara saksama secara serius dalam putusan kasasi tersebut, tidak ada pertimbangan MA yang secara gamblang menyatakan bahwa pengadilan-pengadilan di bawahnya salah menerapkan hukum (judex juris), Juga, tidak ada pertimbangan MA atau alasan rasional MA untuk mendalilkan penngurangan pidana bagi Sambo cs.

Baca Juga :  Revolusi Komunikasi di Indonesia: Peluncuran Starlink oleh Jokowi dan Elon Musk di Bali

Keadilan adakalanya dilihat dari perspektif mayoritas (utilitarianisme) dan adakalanya dilihat dari perspektif minoritas dalam fungsi perlindungan hukum (afirmatif).

Melihat kasus Sambo cs harus dilihat melalui perspektif keadilan mayoritas (utilitarianisme) karena kejahatan berat dan tindakan tidak bermoral yang dilakukan Sambo cs dilakukan sedikit banyaknya melalui kedudukannya sebagai salah satu pemimpin tinggi di institusi besar negara. Jadi, wajar jika hukuman yang diberikan adalah hukuman berdimensi publik yang di sini berdasarkan pada keinginan publik.

Atas dasar tersebut, jika MA telah mengambil keputusan dengan memberikan diskon besar hukuman pidana atas kejahatan berat dan tindakan tidak bermoral Sambo cs, maka sebenarnya MA telah membuat suatu putusan yang menyingung rasa keadilan masyarakat atau keadilan mayoritas. Putusan tidak elok mencerminkan kesembronoan karena putusan itu tidak mengejawantahkan alasan rasional pengurangan hukuman.

Menimbang Peninjauan Kembali

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XXI/2023 yang menyatakan kewenangan pengajuan peninjauan kembali penuntut umum adalah inskonstitusional dan menjadi pedang bermata dua.

Bermata dua dimaksud ialah pada putusan MK karena dimensi kepastian hukum sangat terasa besar dan dimensi keadilan cenderung tak ada. Padahal, konstitusi telah memerintahkan melalaui Pasal 28D bahwa aspek kepastian hukum tidak boleh berdiri sendiri, harus ada dimensi keadilan hukum pada setiap putusan pengadilan atau setiap aturan hukum yang dibuat (kepastian hukum yang adil). Terlebih jika dikaitkan dengan kasus terpidana Sambo cs.

Karena itu, tidak ada lagi upaya dan ruang yang dapat diambil penegak hukum (penuntut umum) untuk meng-counter putusan MA di tingkat kasasi yang memberi diskon atas kejahatan berat dan tindakan tidak bermoral. Ruang pengajuan PK penuntut umum telah ditutup melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XXI/2023. Idealnya, kepastian hukum dan keadilan berjalan beriringan serta seimbang. Maka, dalam pengajuan PK oleh penuntut umum diberikan batasan dan tidak sekadar menyatakan PK penuntut umum ‘inkonstitusional’ semata.

Baca Juga :  Viral! RI Darurat Judi Online, Rekening Sampai Website Dibabat

Batasan dalam kasus yang menjadi sorotan publik luas (contohnya korupsi dan kejahatan berat), penuntut umum harus diberikan ruang mengajukan peninjauan kembali demi rasa keadilan. Namun, tidak berlaku bagi kejahatan di luar itu atau kejahatan yang tidak menggerus rasa keadilan rakyat. Karena, tidak adil rasanya bagi rakyat jika suatu pelaku tindak pidana korupsi masa akan datang oleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap hanya dihukum pidana dan denda ringan, tetapi telah menimbulkan kerugian keuangan negara yang sangat besar.

Pada akhirnya, nilai minus dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XXI/2023 yang menyatakan kewenangan pengajuan peninjauan kembali penuntut umum adalah inskonstitusional telah kita rasakan, merespons kasus Sambo cs atas kejahatan berat dan tindakan tidak bermoral yang dilakukannya.

Juga alangkah bijaknya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XXI/2023 ditinjau ulang agar tak menjadi bumerang di masa datang dalam kasus lebih besar yang merugikan negara dan menggerus rasa keadilan rakyat.

Pengadilan tidak boleh kalah dengan kuasa, baik politik maupun ekonomi, meskipun hukum bekerja dipengaruhi faktor di luar hukum. Namun, hakim sebagai the last guardian of justice dapat melakukan rechtvinding berdasarkan pengetahuan dan hati nurani bersumber dari keadilan materiel yang substansial.

Penulis : Pujiyono Suwadi

Berita Terkait

Intip Potensi Cuan Borogondolo, Pohon Langka Penyejuk Pesisir
Ancaman Capres Di Dunia Digital
Industri Pertahanan Pada Perencanaan Strategis Pasca 2024
Merdeka dari Kepungan Polusi Udara
Nyawa Melayang di Pelintasan Tak Berpalang
Pemuda, Media Sosial, dan Pemilu 2024
Berita ini 29 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Minggu, 10 September 2023 - 09:05 WIB

Intip Potensi Cuan Borogondolo, Pohon Langka Penyejuk Pesisir

Minggu, 3 September 2023 - 06:44 WIB

Ancaman Capres Di Dunia Digital

Senin, 28 Agustus 2023 - 03:02 WIB

Industri Pertahanan Pada Perencanaan Strategis Pasca 2024

Rabu, 23 Agustus 2023 - 09:17 WIB

Merdeka dari Kepungan Polusi Udara

Selasa, 22 Agustus 2023 - 07:56 WIB

Nyawa Melayang di Pelintasan Tak Berpalang

Selasa, 22 Agustus 2023 - 07:47 WIB

Vonis Sambo dan Keadilan Masyarakat

Senin, 21 Agustus 2023 - 21:41 WIB

Pemuda, Media Sosial, dan Pemilu 2024

Berita Terbaru