PELINTASAN kereta api tak berpalang kembali meminta tumbal. Kali ini, giliran pelintasan kereta tak berpalang di Dusun Gondekan, Desa Jabon, Kecamatan Jombang, Jatim, yang menjadi lokusnya. Enam nyawa melayang di lokasi. Setelah mobil Daihatsu Luxio yang ditumpanginya ditubruk kereta api (KA) Dhoho.
Tabrakan maut yang terjadi pada Sabtu (29/7), pukul 23.15, itu menambah panjang daftar peristiwa kecelakaan di pelintasan kereta tak berpalang. Dari catatan PT KAI (Kereta Api Indonesia) diketahui, hingga 19 Juli 2023 terjadi 173 kecelakaan kereta api di pelintasan sebidang. Sekadar tahu, pelintasan sebidang adalah pelintasan antara jalan dan jalur rel kereta api yang berada pada bidang tanah yang sama. Pelintasan sebidang ada dua macam. Yakni, pelintasan yang dilengkapi dengan palang pintu dan tanpa palang pintu.
Pelintasan kereta api berpalang pintu relatif lebih aman. Karena selain dilengkapi palang sebagai pintu, di tempat tersebut juga disiapkan petugas khusus yang menaikturunkan palang pintu menjelang dan setelah kereta api melaju di pelintasan tersebut. Sementara pelintasan kereta api tak berpalang kondisinya berkebalikan. Selain tidak ada palang pintunya, juga tidak ada petugas pemberi peringatan akan ada kereta lewat kepada pengguna jalan yang akan menyeberangi pelintasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Maka, wajar bila masih banyak kendaraan (mobil atau motor) terlabrak kereta yang melaju di pelintasan tak berpalang. Bangunan-bangunan dan tanaman yang berdiri di sekitar pelintasan tak berpalang tidak hanya mengganggu penglihatan mata pengendara yang akan melintas. Melainkan juga efektif menjadi peredam alami raungan klakson kereta. Akibatnya, banyak pengemudi, terutama sopir mobil, tidak bisa dengan baik mendengar klakson yang berulang-ulang dibunyikan masinis. Apalagi bila semua kaca mobil dalam keadaan ditutup rapat.
Walakin, kurang bijak hanya menyalahkan pengendara motor atau mobil yang melintas di pelintasan kereta api tak berpalang. Sebab, dengan mudah ia menyerang balik dengan pertanyaan kritis: mana yang duluan berada, jalan kendaraan atau jalur rel kereta api?
Ya, harus diakui, banyak jalur rel kereta api yang ada saat ini dibangun belakangan. Jauh setelah bidang jalan yang biasa digunakan masyarakat ada. Masyarakat bisa saja menggugat dengan mengungkap fakta: sebelum ada pelintasan rel kereta api, jalan ini aman-aman saja. Tidak pernah ada kecelakaan yang menimbulkan kematian.
Idealnya, membangun jalur rel kereta api harus memperhatikan situasi dan kondisi di sekitarnya. Bila di jalur yang akan dilintasi kereta api sudah ada jalan, jangan nekat membangun relnya di atas jalan yang sebidang. Harus dicarikan alternatif yang solutif. Salah satunya dibangun flyover. Jalan layang untuk lintasan rel kereta atau sebaliknya. Yakni, memindahkan jalan yang sudah ada ke jalan layang. Seperti yang dilakukan dalam proyek pembangunan jalan tol. Bila melaju di jalan tol dari Surabaya ke arah barat, kita menjumpai banyak flyover untuk kendaraan non-tol. Jalan layang tersebut sengaja dibangun sebagai pengganti jalan lama yang kena proyek tol.
Selain flyover, underpass juga bisa dijadikan alternatif solusi merevolusi sebagian pelintasan kereta api tak berpalang. Bergantung kondisi lingkungan sekitar pelintasan. Kondisi lingkungan itu juga berpengaruh signifikan pada proyeksi anggaran. Tinggal pilih mana yang lebih efisien dan tidak sampai mengubah situasi lingkungan sekitar.Jalan layang atau jalan bawah tanah adalah solusi cepat yang bisa dilakukan. Memang, dari segi biaya, membangun palang pintu kelihatan lebih murah. Tapi, untuk jangka waktu panjang, membangun palang pintu pelintasan kereta lebih merepotkan. Sebab, setiap palang pintu membutuhkan tenaga operasional. Minimal dua orang, bergantian siang dan malam. Belum lagi bila kondisi si penjaga palang pintu kurang prima. Malah bisa menimbulkan terjadinya kecelakaan tersebab human error akibat petugas ngantuk atau teledor. Berbeda dengan pengadaan jalan layang atau jalan bawah tanah. Sekali dibangun, tidak akan pernah terjadi mobil ketabrak kereta di pelintasan. Sebab, masing-masing moda transportasi melaju di jalan dan jalurnya masing-masing.
Aiyu kana (apa pun), yang dibutuhkan sekarang adalah solusi cepat dari pihak terkait. Diskusi dan rapat-rapat membahas alternatif mengatasi kecelakaan di pelintasan tak berpalang saja terbukti tak ampuh untuk mencegah terjadinya kecelakaan di pelintasan kereta api tak berpalang. Yang terjadi justru, kecelakaan demi kecelakaan terus saja terjadi. Seiring mulai menguapnya keputusan dalam rapat.
Kecuali kalau kita memang ingin memecahkan rekor angka kecelakaan di pelintasan kereta api. Sekadar mengingatkan, angka kecelakaan lalu lintas di pelintasan kereta api pada 2022 di Jatim saja mencapai 225 kali dan merenggut 105 korban jiwa. Data itu meningkat dibanding 2021 yang tercatat sebanyak 144 kecelakaan dengan 77 korban meninggal dunia.Wa badu, sebagai rakyat yang kadang menyeberangi pelintasan kereta api tak berpalang, kita menunggu aksi nyata para pemangku kepentingan yang bertanggung jawab terhadap pelintasan kereta api. Terutama tentang nasib 734 pelintasan kereta api di Jatim yang belum berpalang.
Penulis : Samsudin Adlawi