BERITABUANANEWS.ID | Lampung | Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) Provinsi Lampung, Hi. Apriansyah, SH, MM, mengungkapkan keprihatinannya atas ambruknya bangunan Gedung Cagar Budaya di Kalianda, Lampung Selatan (Lamsel).
Apriansyah menyayangkan kejadian ambruknya proyek gedung Cagar Budaya yang sedang dibangun dengan anggaran lebih dari Rp18 miliar yang bersumber dari dana APBD 2024.
“Bagaimana mungkin bangunan yang dianggarkan sebesar itu, hingga mencapai 18 miliar, bisa roboh? Hal ini patut diduga karena pekerjaan pembangunan tersebut tidak sesuai dengan aturan yang ada,” ujar Apriansyah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia juga menduga bahwa pengawasan terhadap pembangunan tersebut sangat lemah, sehingga pihak kontraktor hanya mengerjakan proyek secara asal-asalan dan tidak mengikuti Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah ditentukan.
“Oleh karena itu, saya berharap aparat penegak hukum segera mengusut proyek ini. Saya yakin ambruknya bangunan ini disebabkan oleh kualitas bangunan yang rendah atau karena pihak pemborong mengurangi mutu bahan bangunan,” ungkapnya.
Berdasarkan investigasi sejumlah awak media, Apriansyah menjelaskan bahwa secara kasat mata, scaffolding (perancah) yang menjadi penyebab ambruknya pelat dan balok beton yang sedang dicor, berada di atas plat beton lantai satu. Sementara itu, scaffolding yang digunakan untuk cor plat beton jalan masuk dari halaman ke lantai satu berdiri di atas tanah. Secara kasat mata, base plate scaffolding tersebut tampak minim balok dan hanya berada di atas tanah, namun tidak ambruk.
“Menurut evaluasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyusunan scaffolding di atas plat beton lantai satu sebagai penyangga balok dan plat beton lantai dua tidak tersusun dengan baik. Kuat dugaan sistem pengikatan besi anyaman dan bekisting, baik dari papan mal bekisting atau balok penyangga, tidak sesuai standar,” ungkap Apriansyah.
Lebih lanjut, Apriansyah menjelaskan bahwa diduga posisi dudukan bekisting di atas scaffolding tidak memenuhi syarat yang ditentukan, yang menjadi faktor utama ambruknya struktur balok dan plat beton tersebut.
“Melihat berbagai pengamatan kasat mata terhadap bangunan yang ambruk, kami menilai bahwa kegiatan ini bisa dinyatakan sebagai kegagalan konstruksi. Kami juga menduga adanya kelalaian dari pihak pelaksana dalam memeriksa setiap tahap konstruksi. Kami berharap pihak audit inspektorat atau aparat hukum bisa lebih jeli dalam memeriksa kejadian ini,” tegasnya.
Ketua PWDPI Lampung juga menambahkan, apabila perlu, seluruh struktur bangunan yang telah terpasang harus diperiksa kembali kelayakannya serta kualitas pekerjaannya, apakah sudah sesuai dengan spesifikasi teknis dalam kontrak kerja. Jika ditemukan ketidaksesuaian, sebaiknya pekerjaan dihentikan.
“Sebab, jika proyek ini diteruskan, akan berisiko besar. Jika bangunan dipaksakan untuk diselesaikan, dapat membahayakan pengguna bangunan tersebut karena berisiko ambruk kembali,” pungkasnya.
Terpisah, berdasarkan data yang diperoleh, nilai kontrak proyek ini adalah sebesar Rp18.214.924.367,00 dengan nomor kontrak 27/KTR/KONS-CK/DPUPR-LS/APBD/2024, yang terdaftar pada tanggal 1 Juli 2024.
Adapun waktu pelaksanaan proyek adalah 180 hari. Sumber anggaran berasal dari APBD Tahun 2024. Penyedia jasa proyek ini adalah PT. Rindang Tiga Satu Pratama, sementara konsultan supervisi dikerjakan oleh CV. View Consultant. (Tim)