BANTEN – Kebijakan Gubernur untuk memberlakukan pembelajaran hybrid/blended learning pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini, ditolak sejumlah kalangan. Selain tidak efektifnya pembelajaran hybrid/blended lerning, penambahan rombel besar-besaran juga akan mematikan sekolah swasta yang ada di Provinsi Banten.
Informasi yang dihimpun wartawan, belum lama ini Pj Gubernur Banten Almuktabar melayangkan surat kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek untuk memberikan izin pelaksanaan pembelajaran hybrid/blended learning. Dimana Pemprov Banten melalui Dinas Pendidikan akan memberlakukan pembelajaran hybrdin (tatap muka dan online) serta pembelarajan blended learning atau menggabungkan pembelajaran langsung dan pembelajaran tidak langsung. Dimana para siswa dapat melaksanakan belajar dimana saja dan kapan saja hanya melalui sambungan internet tanpa perlu datang ke sekolah.
Dengan sistem hybrid/blended learning ini, Dindik Banten menargetkan penerimaan siswa baru di tingkat SMA dan SMK sebanyak 17 ribuan siswa untuk SMA dan 14 ribuan siswa SMK. Dimana jumlah tersebut akan naik 300-400 persen dari PPDB tahun sebelumnya yang hanya menampung 5.172 siswa untuk SMA dan 5.554 siswa untuk SMK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi rencana tersebut, Sekretaris Asosiasi Kepala Sekolah Swasta (Akses) Provinsi Banten Darmanto mengungkapkan, pada prinsipnya pihaknya akan mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Banten. Hanya saja kebijakan yang diambil Pj Gubernur Banten ini, yakni dengan membuka sistem pendidikan hybrid/blended learning tidak tepat.
Menurut Darmanto, dengan rencana tersebut tentu Pemprov Banten dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi Banten akan menghabiskan anggaran yang cukup besar untuk penyediaan perangkat pendidikan. Namun sayang, belum tentu semua peserta didik di daerah-daerah tertentu, bisa mengakses internet secara maksimal, terutama di daerah pedalaman di Banten.
“Sistem hybrid/blended learning ini belum cocok diterapkan di Banten. Terbukti pada musim pandemi covid-19 lalu, penerapan pembelajaran hybrid tidak bisa diterima oleh semua siswa, terutama di daerah-daerah terpencil. Banyak peserta didik yang tidak bisa mengikuti pembelajaran karena tidak punya perangkat dan sambungan internet” ujarnya kepada wartawan, Rabu (7/6/2023).
Akses Banten menilai, dari pada pemerintah menambah anggaran yang cukup besar untuk membuat sistem pembelarajan hybrid/blendid learning, lebih baik membuat kebijakan yang mendukung fasilitasi pendidikan sekolah swasta. Dengan demikian kualitas dan pemerataan pendidikan akan tersebuar di semua wilayah. Baik itu di perkotaan maupun di perdesaan yang belum terjamah dengan sarana dan prasarana yang memadai.
“Kami dari Akses Banten sudah berdialog langsung dengan Dinas Pendidikan Provinsi Banten yang juga dihadiri Sekda Provinsi Banten untuk masalah ini. Jika dalam waktu dekat tidak ada tanggapan dari Pj Gubernur Banten, kami akan mengajukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi V Provinsi Banten,” tuturnya.
Akses sendiri pada prinsipnya akan mendukung program hybrid, namun untuk blended learning tentu harus jadi pertimbangan serius. Karna masih banyak sekolah-sekolah swasta yang siap menampung peserta didik baru dan siap mengembangkan pendidikan yang berkualitas sesuai yang dicanangkan pemerintah.
“Dari pada membuka rombel besar-besaran tapi tidak memperhatikan kualitas, lebih baik kasih kesempatan kepada kami selaku pengelola sekolah swasta untuk sama-sama mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang siap berdaya saing,” tegasnya.
Ia menambahkan SMA atau SMK swasta di Banten siap bersaing untuk mutu dan kualitas. “Beri swasta kesempatan untuk terus membangun Banten dengan mencerdaskan anak Bangsa yang berkualitas. Dengan tidak membuka kouta dan rombel di SMA/SMK Negeri. Dengan demikian Pj Gubernur Banten sudah cukup berpihak pula kepada swasta,” tandasnya.